Ketahanan Pangan
Ketika Pucuk - Pucuk Sorgum Mampu Antarkan Asa Wujudkan Mimpi
Oleh : Syafriwan Nasution
WAKTU menunjukkan sekitar pukul 09.00 WIB, langit di daerah pantai timur pulau Sumatera (Sabtu, 19/10/2024) pagi menjelang siang cerah.
Tidak seperti biasa, garangnya sang surya terkadang membuat sebagian besar warga Kota Dumai lebih memilih membatasi aktivitas di rumahnya. Namun panasnya wilayah ini dinilai sebagian kalangan berbeda dengan daerah lainnya di provinsi Riau. Menurut sejumlah warga, hal ini disebabkan wilayah itu berada di tepi pantai. Tak hanya itu, di atas dan di bawah minyak (baca : sawit dan minyak bumi, red) konon mempengaruhi suhu panas. Benarkah hipotesa itu?. Yang terang belum ada rilis lembaga berkompeten terkait fenomena alam tersebut.
Ada yang menarik saat menuju rumah Rudi (sapaan akrab Wahyudi). Memang letak geografis pria yang memiliki rambut dikuncir ini berada di jalan Paman Jaya, RT 12 kelurahan Tanjung Palas, kecamatan Dumai Timur, Kota Dumai, Provinsi Riau. Namun untuk menuju ke sana lineperistiwa.com terlebih dahulu harus masuk ke kelurahan Bukit Batrem dikarenakan jalan Paman Jaya belum tembus ke wilayah kelurahan Tanjung Palas lantaran dipisahkan oleh sungai kecil dan jalan besar.
Jalan menuju ke rumah Rudi tidaklah semulus yang dibayangkan karena banyak ditemukan semen jalan mulai mengelupas yang alih - alih menjadi ‘rumah’ bagi air hujan saat turun menyiram bumi.
Kendati berstatus ko sisi kiri dan kanan jalan Paman Jaya lazimnya suasana sebuah pedesaan. Selain kondisi infrastruktur terbilang memprihatinkan, banyak motor kendaraan roda dua ‘bodong’ atau Nomor Polisi (Nopol) dengan pajak mati bahkan tanpa memiliki Nopol lalu lalang di jalan itu. Tidak jarang kendaraan roda dua tanpa bentuk karena tinggal kerangka dan jok membawa hasil pertanian termasuk buah sawit dengan jalan mencantolkan keranjang plastik besar untuk membawa hasil panen.
Pemandangan terbilang ‘eksotis’ juga dijumpai dalam perjalanan itu. Ya, pria dewasa bertelanjang dada mengenakan celana pendek duduk di sisi kanan dan kiri membelakangi jalan. Sementara tangan kanannya memegang joran pancing berharap umpan dimakan ikan di parit berukuran sekitar 20 sentimeter. Suasana pedesaan kian terasa kental tatkala kicauan burung hinggap di pepohonan sisi kiri dan kanan jalan. Tidak jarang terdengar suara monyet berekor panjang yang berasal dari rimbunnya dedaunan.
Sekitar pukul 09.30 WIB, lineperistiwa.com pun tiba ditempat tujuan kendati baru kali pertama mengunjungi rumah Rudi. Namun bisa dikatakan bahwa pemilik rumah pecinta tanaman. Nyaris setiap jengkal tanah tidak tersisa dari beraneka ragam tumbuhan, mulai dari bunga, buah - buahan maupun tanaman untuk obat - obatan (apotik hidup, red). Sejauh mata memandang hanya didapati warna hijau rerimbunan dedaunan.
Tidak hanya itu, awak media merasakan Rudi adalah pria yang bersahabat. Setelah memperkenalkan diri dan mengutarakan kedatangan untuk melakukan wawancara, lineperistiwa.com terlibat pembicaraan hangat dengan ayah dua anak ini seputar program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) kemitraan PT Kilang Pertamina Internasional (KPI) Refinery Unit (RU) II Dumai pembudidayaan sorgum yang terbilang asing di telinga sebagian besar masyarakat.
“Kali pertama melihat bibit sorgum saya merasa aneh juga, kok seperti biji merica ya?”, ungkap Khotimah boru Hasibuan yang tak lain istri Rudi saat menerima awak media di sisi kiri kediamannya yang berukuran 20 X 60 meter.
Bak gayung bersambut, tak lama berselang pria itu menggelar karpet sederhana dan awak media pun duduk lesehan. Ya, Rudi pun menuturkan bahwa sekitar empat tahun ini dia dan keluarga menempati rumah itu dimana sebelumnya tinggal di kelurahan Bagan Besar, kecamatan Bukit Kapur, Kota Dumai, Provinsi Riau.
Menariknya, di tengah sebagian besar warga di negeri yang terletak di zamrud khatulistiwa ini lebih memilih bekerja kantoran, pabrik, bisnisman wiraswasta, misalnya. Sebaliknya Rudi banting stir menekuni profesi petani yang dinilai sebagian kalangan tidak menjanjikan. Bahkan tak jarang ditengarai menjadi cibiran lantaran menjadi simbol kemiskinan. Lantas apa yang mendorong Rudi begitu kepincut ingin menjadi petani ?.
“Mungkin panggilan jiwa ya? Karena senang melihat ladang dan sebagainya. Sepertinya menjadi petani profesi mengasyikkan karena tidak diperintah atau dimarahi bos seperti kalau kita bekerja dengan orang,” ungkap Rudi tersenyum kecil.
Untuk mewujudkan obsesinya itu, Rudi pun bekerja keras di sebuah perusahaan. Pria itu ditempatkan pada bagian gudang yang berlokasi di Bagan Besar. Kata orang bijak, usaha tidak akan mengkhianati hasil dan akhirnya dia menempati posisi tinggi tepatnya menjadi kepala gudang. Perlahan tapi pasti, sedikit demi sedikit hasil keringatnya bertungkus lumus menjadi kepala gudang disimpannya.
“Ada rezeki lebih saya membeli lahan dan mulai membangun rumah. Tidak semuanya jadi, yang penting keluarga bisa berteduh dulu,” paparnya.
Keputusan besar pun harus diambilnya. Mengingat keterbatasan waktu dan tenaga, tentu Rudi tidak bisa menekuni dua profesi berbeda sekaligus.
“Akhirnya sekitar tahun 2019 saya putuskan untuk berhenti bekerja dan total menjadi petani,” pungkasnya.
Canggungkah Rudi menekuni profesi barunya menjadi petani ?. Awalnya dia tidak menampik ada sejumlah kendala. Namun berkat bantuan teman - temannya yang lebih dahulu terjun menggeluti profesi menjadi petani pria berperawakan terbilang tinggi ini bisa beradaptasi.
Lazimnya di era digital, selain mengandalkan diskusi dengan sejumlah koleganya sesama petani, Rudi pun memanfaatkan teknologi telepon seluler pintar berbasis android.
Ya, tak jarang Rudy searching atau bertanya ke ‘mbah google’ sekedar ingin mengetahui bagaimana bercocok tanam yang baik. Lain waktu dia pun berselancar di dunia maya melalui konten youtube untuk mengetahui hal yang sama.
Dari lahan 4 hektar yang dimiliki Rudi, tidak semuanya ditanami sayur-mayur, palawija seperti kangkung, bayam, singkong, cabai, kancang panjang dan sebagainya. Namun di pinggir lahan didominasi tanaman keras diantaranya pinang.
“Sekarang jaman sudah canggih, ya, apa pun bisa kita peroleh. Yang penting kita memanfaatkan kemajuan teknologi itu ke hal positif seperti menambah wawasan dan pengetahuan terlebih menyangkut profesi saya ini,” jelas Rudi sambil menunjukan ponsel membuka kiatnya mengejar ketertinggalan seputar pertanian.
“Dalam satu genggaman tangan kita sudah menggenggam dunia,” ujar pria lulusan SMA ini seraya geleng - geleng kepala tidak pernah menyangka begitu pesatnya kemajuan teknologi digital yang tidak pernah dibayangkannya 15 atau 20 tahun silam.
Untuk meningkatkan pendapatan Rudi dan 17 Kepala Keluarga (KK) membentuk Kelompok Masyarakat (Pokmas) bernama Alam Tani. Tujuannya apalagi kalau bukan menyiasati pemasaran hasil pertanian yang kerap menjadi batu sandungan bagi sebagian besar para petani di tanah air.
Mereka pun berbagi tugas. Ya, dari hulu dan hilir Pokmas ikut terlibat mulai dari pengemasan hasil panen hingga memasarkan di pasar Bundaran dan sejumlah pasar lainnya di Kota Dumai.
“Jadi, berapapun hasil kebun kita bisa pasarkan. Dengan mengelola dari hulu dan hilir kita memperoleh keuntungan yang lumayan,” ungkapnya.
Awalnya Rudi enggan menceritakan pendapatan per hari dari bercocok tanam itu. Namun pria ramah ini aklhirnya mau membuka rahasia.
“Sehari sekitar Rp150.000,- hingga Rp 200.000,-. Ya, Alhamdulillah lumayanlah,” ungkapnya.
Lantas kapan Rudi dan Pokmas Alam Tani membudidayakan sorgum?.
Pria itu menceritakan bahwa dia mendapat informasi bahwa PT KPI RU II Dumai melalui program TJSL akan melakukan penanaman tumbuhan mirip gandum itu. Kata orang bijak bahwa kesempatan tidak pernah datang dua kali. Peluang emas itu pun tidak disia - siakan Rudi. Dia mendatangi kelurahan untuk memperoleh informasi. Dari lurah didapat keterangan bahwa program itu diperuntukkan bagi kelompok masyarakat, petani dan sebagainya.
Dengan sendirinya, sambung Rudi, dirinya mendaftarkan Pokmas Alam Tani melalui kelurahan termasuk mengurus administrasi lainnya untuk bisa mengikuti program perusahaan yang berdiri 10 Desember 1957 ini.
“Setelah mendapatkan surat dari kelurahan dan sebagainya. Pak lurah titip pesan jangan sampai memalukan kelurahan,” kata Rudi meniru ucapan lurah mewanti - wanti.
Namun untuk menuju kebun Rudi bukan perkara mudah. Dari rumah berjarak sekitar 2 kilometer, tim pun berangkat melewati jalan berlumpur akibat adanya pembuatan embung atau kanalisasi dengan jalan mengeruk parit menggunakan alat berat. Adapun fungsinya untuk menampung hujan disaat musim penghujan dan menjadi stok dikala musim kemarau menyongsong.
Perjuangan Rudi untuk membawa hasil bumi termasuk sorgum dari kebun tidaklah mudah seperti dibayangkan. Paling tidak dia harus menggunakan sampan yang dibuat dari drum besar bekas oli. Selanjutnya dibelah menjadi dua bagian berikutnya disambung antara satu bagian dengan lainnya,
Sampan dari drum itu ditarik manual, yakni diikat dengan tambang selanjutnya kedua tangan Rudi menarik sampan itu menyelusuri parit kecil sekitar satu kilo meter lebih. Ini karena perahu kecil atau pompog bermesin tidak bisa melintas parit kecil itu.
Sesampainya di Simpang Madan 3 barulah Rudi bisa bernafas lega. Karena sampan itu selanjutnya ditarik menggunakan pompong menelusuri parit yang relatif besar ke simpang Paman Jaya yang berlokasi di pinggir jalan. Berikutnya hasil bumi itu dipindahkan ke becak motor atau Bentor untuk dibawa ke pasar dan sebagian ke rumahnya.
“Ya karena musim penghujan seperti saat ini ditambah sedang pengerjaan kanalisasi menggunakan alat berat, begitulah kita mengeluarkan atau membawa hasil palawija dan sebagainya dari kebun,” jelas Rudi mengisahkan beratnya perjuangan membawa hasil bumi dari kebun meraup lembaran rupiah demi rupiah untuk menyambung hidup.
Angin berhembus sepoi - sepoi membelai ramah tanaman sorgum milik Rudi dan hamparan hijau palawija. Jun Menyisakan kedamaian. Mungkin alam sedang mengirim pesan damai, karena alam ada lebih dari sekedar membuat manusia hidup. Tapi alam juga menjadi tanda-tanda jalan pulang menuju kedamaian.
Pangan Massa Depan
Namun sebelum melanjutkan tulisan ini, redaksi merasa perlu menginformasikan apa itu sorgum mengingat tidak semua pembaca media ini tahu dengan tanaman ini.
Ya, sorgum (sorghum bicolor (L.) moench) termasuk kelas monocotyledoneae, tanaman dari famili gramineae (poaceae), sub famili panicoideae dan genus andropogon.
Seperti diketahui sejarah pangan di dunia mencatat banyak komoditi yang menjadi bahan makanan pokok manusia. Sebut saja gandum, beras dan jagung termasuk sorgum.
Memang sorgum tidak sepopuler gandum atau beras, namun tidak dipungkiri pangan satu ini memiliki peran penting dalam menyediakan makanan dan nutrisi untuk sebagian warga disejumlah wilayah di belahan dunia.
Lantas dari mana asal sorgum? Ya diketahui tanaman berbulir yang biasa dibudidayakan di ladang. Tanaman yang jadi bahan makanan pokok ini diyakini berasal dari wilayah Afrika Timur dan Tengah, serta kemungkinan besar pertama kali dibudidayakan sekira 8 ribu tahun yang lalu.
Seiring dengan migrasi manusia, sorgum menyebar ke berbagai benua dan wilayah di dunia. Dalam catatan sejarah, sorgum dibawa oleh para penjelajah dan pedagang Arab ke Timur Tengah hingga ke wilayah Asia Selatan dan Asia Tenggara termasuk Indonesia.
Syahdan diabad ke-17 tatkala masih terjadi perdagangan budak di Amerika, tanaman ini dibawa ke negeri Paman Sam. Tanaman ini dengan cepat beradaptasi dengan iklim di wilayah selatan Amerika Serikat dan menjadi bagian integral dari sistem pertanian di Negara tersebut.
Tidak bisa dipungkiri interaksi manusia menjadi salah satu penyebab sorgum juga menyebar ke Amerika Selatan dan Karibia, serta benua Kangguru atau Australia, di mana budidaya dan konsumsi sorgum semakin berkembang pesat.
Belakangan sorgum juga telah menjadi bahan bakar bioenergi. Ini karena sorgum dapat diubah menjadi etanol, yang merupakan alternatif bioenergi yang ramah lingkungan dan berpotensi mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Di India dan Cina, sorgum digunakan sebagai bahan pangan dasar dalam berbagai hidangan tradisional, seperti roti serta makanan pembuka dan penutup.
Selain dikenal pangan bernutrisi tinggi dengan kadar gula rendah yang cocok bagi penderita kencing manis maupun diet. Sorgum juga digunakan untuk berbagai keperluan lain.
Misalnya, beberapa varietas sorgum tumbuh dengan tinggi yang cukup sehingga bisa digunakan sebagai bahan baku bahan bangunan atau sebagai penutup atap rumah.
Di beberapa wilayah, batang sorgum digunakan sebagai pakan ternak yang bernutrisi tinggi. Bisa dikatakan selain dari aspek nilai ekonomi yang tinggi, sorgum juga menawarkan manfaat kesehatan dan nutrisi yang signifikan.
Tanaman ini dikenal rendah gluten, sehingga cocok bagi orang yang mengalami intoleransi gluten juga mengandung serat tinggi, vitamin B, zat besi, dan antioksidan, yang semuanya berkontribusi pada kesehatan jantung, pencernaan, dan sistem kekebalan tubuh.
Sementarav di tanah air, adalah Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang terus menggalakan pembudidayaan sorgum. Adapun alasannya sorgum diketahui pengganti komoditas gandum yang semakin terbatas.
Perang Rusia versus Ukraina berimbas terhadap harga gandum. Ujung-ujungnya harga pangan berbasis gandum melambung tinggi. Ternyata dampak ini tidak hanya dirasakan Indonesia nyaris seluruh dunia terlebih Negara yang menggantungkan sumber pangan dari gandum.
Oleh karena itu Jokowi yakin dipenghujung masa jabatannya berakhir 20 Oktober 2024 target 154.000 hektar dapat terwujud.
Menjanjikan
Lantas bagaimana dengan Rudi? Apakah dia tahu bahwa sorgum disebut-sebut menjadi sumber pangan masa depan pengganti gandum dan tidak tertutup kemungkinan beras?
“Ya, saya tahu melalui internet membaca sejumlah pemberitaan dan artikel,” terang Rudi.
Usai mengajukan proposal dan mendapat bantuan PT KPI RU II Dumai melalui program TJSL Pokmas Alam Tani mendapat bimbingan dari Balai Penerapan Standar Instrumen Pertanian (BPSIP sebelumnya bernama BPTP, red) seputar membudidayakan sorgum.
Dari lahan satu hektar sebagai uji coba, lanjut Rudi, maka diperoleh hasil panen sekitar 2 ton. Lantas berapa rupiah yang diperoleh Pokmas? “Ya, kita melakukan penanaman perdana sekitar tahun 2022 sekitar Rp5 juta,” ujar Rudi sembari mempersilahkan awak media ntuk menyerumput kopi hitam yang dibuat sang istri.
Rudi tidak menampik dari hasil panen perdana itu bisa dikatakan masih dibawah modal. Jerakah mereka?
Rudi menjelaskan bahwa sisa sosoh buliran sorgum hasil panen berikut saat memanen dilakukan pangkal tangkai atau malai buah itu dipotong sekitar 15 s/d 25 sentimeter, ini menutupi pengeluaran yang seharusnya dikeluarkan.
“Sosoh, pangkal tangkai dan lainnya buat pakan ternak jadi tidak membeli lagi. Iya, disitulah kita anggap untungnya,” terang dia.
Untuk panen perdana sorgum ini, tambah pria kelahiran Dumai berdarah Sumatera Barat (Sumbar), ini dijualnya satu kilo Rp15 ribu.
Selain kerabat, tetangga dan sebagainya sorgum itu pun dijual disejumlah pasar tradisional di wilayah yang terletak sekitar 200 kilometer arah utara Kota Pekanbaru. “Banyak dipesan yang lagi menjalankan diet dan penderita diabetes,” katanya.
Kendati panen perdana belum memenuhi eksptasinya, Rudi optimis bahwa sorgum sangat menjanjikan. Jelas ini bukan tanpa alasan. Lantas apa yang membuat dia optimis?
Pertama, masih kata Rudi, dalam tiga bulan sepuluh hari sorgum bisa panen dengan jalan memotong dilakukan pangkal tangkai atau malai buah itu dipotong sekitar 15 s/d 25 sentimeter.
“Jadi tidak seperti tumbuhan lainnya sekali panen ya selanjutnya menanam lagi, tapi sorgum cukup memotong pangkal tangkai atau malai buah. Selanjunya tumbuh lagi, tiga bulan berikutnya kembali dipanen hingga tiga kali panen baru melakukan pembibitan. Jelas ini sangat menguntungkan. Berbeda sekali dengan padi karena habis panen kembali tanam baru,” paparnya.
Kedua, lanjut Rudi, perawatan dan pemeliharaan sorgum relatif sederhana dan murah tidak memerlukan biaya besar karena terbilang tahan banting. “Disamping itu sorgum juga dikenal tahan terhadap kemarau dan sebagainya, mungkin karena tanaman ini berasal dari Afrika,” terang Rudi menduga-duga.
Ketiga, sambung dia menjelaskan, diversifikasi olahan sorgum sangat menjanjikan keuntungan. Selain menjadi pengan pengganti beras maka bisa dijadikan tepung dan gula pasir.“Untuk tepung kita sudah coba rasanya tidak jauh berbeda dengan tepung yang berasal dari gandum,” kilahnya berargumen.
Bahkan beberapa waktu lalu, lanjut Rudi, pasca Kopmas Alam Tani menerima mesin pengelola sorgum menjadi tepung bantuan PT KPI RU II Dumai mereka memenuhi permintaan ibu-ibu PKK Kelurahan Tanjung Palas berupa tepung pengganti beras.
“Satu kilonya kami jual Rp20 ribu. Ini merupakan langkah awal yang baik, tinggal pemasarannya lebih gencar lagi termasuk sosialisasi,” ungkap Rudi.
Ternyata tidak hanya tepung, Rudi pun menjelaskan bahwa dari batang sorgum yang diperas bisa menghasilkan gula layaknya seperti tebu yang menjadi bahan baku gula pasir.
Rudi pun mengaku dari informasi yang dia peroleh penelusurannya bahwa tiga mesin penelola sorgum seperti alat sosoh melepas bulir-bulir, mesin pengelolahan menjadi tepung dan gula totalnya sekitar Rp40 juta.
Dia pun bersukur karena semua mesin itu telah dimilkinya menysul pemberian dari PT KPI RU II Dumai.
“Jika penganekaragaman produk ini sudah berjalan maka keuntungan yang diperoleh bakal besar, karena tidak hanya sebatas sorgum tapi dari tepung dan gula, apalagi informasi yang saya peroleh gula tersebut untuk program diet dan penderita diabetes,” jelasnya. “Saya juga memperoleh informasi bahwa sertifikasi BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan, red) sedang diurus Pertamina, kalau sudah keluar tentu akan lebih memudahkan lagi memasarkannya,” tambahnya optimis.
Lantas apa peran atau bantuan PT KPI RU II Dumai dalam membudidayakan sorgum? “Ya, mulai mendatangkan tenaga ahli untuk melakukan pembinaan, permodalan berupa bibit, pupuk dan sebagainya termasuk membantu pemasaran. Ya mudah-mudahan mesin-mesin itu juga terealisasi. Kami mengucapkan terimakasih kepada Pertamina,” katanya.
Harapan Rudi sangat sederhana namun hasilnya tidak lagi sederhana. Yakni tatkala peanekaragaman sorgum terealisasi dan bahan pangan yang kini tengah digalakan disejumlah Negara itu berdayaguna maka hasil sorgum dan turunannya bisa dijadikan tabungan sementara palawija untuk memenuhi kehidupan sehari-harinya.
Awalnya dia berharap banyak kepada hasil pohon pinang yang ditanam sepanjang bibir lahan dan titik tertentu termasuk sekitar kediamannya. Namun apa daya, harga komoditas itu anjlok terjun bebas.
“Dibawa ke penampung ditolak. Ya, akhirnya saya biarkan saja pinang itu berjatuhan. Oleh karena itu, saya berharap hasil dari sorgum ini bisa dijadikan tabungan, karena kebutuhan sehari-hari sudah dipenuhi palawija,” kata Rudi penuh harap yang terpancar dari bola matanya sembari menambahkan dalam periode waktu tertentu Tim CSR PT KPI RU II Dumai memantau kebun milik yang dikelola kelompok .
Lalu bagaimana dengan hasil pembudidayaan sorgum pasca panen perdana yang tidak terlalu menguntungkan itu? Rudi menjelaskan bahwa saat ini atreal tanaman itu ditingkatkan dari satu hektar menjadi dua hektar.
“Satu hektar menghasilkan sorgum sekitar 600 kilogram dikalikan Rp15 ribu (harga sorgum perkilogram, red) jadi sekitar Rp9 juta per tiga bulan sepuluh hari (masa panen sorgum, red). Sementara untuk harian dari kangkung, bayam dan palawija lainnya. Alhamdulillah cukuplah,” terang Rudi.
Terkait budi daya sorgum Manager Communication, Relations, & CSR PT KPI RU II, Agustiawan kepada awak media menjelaskan langkah yang diambil yakni berupaya untuk meningkatkan kapasitas kelompok masyarakat dalam melakukan diversifikasi produk yang dijadikan tepung dan gula. Hal ini dilakukan bekerjasama dengan BSIP (Badan Standardisasi Instrumen Pertanian) Provinsi Riau sebagai tenaga ahli dalam melakukan kegiatan budidaya sorgum dari hulu ke hilir
“Pelatihan yang telah dilakukan dari proses budidaya sorgum yaitu pembersihan lahan, monitoring hama dan perkembangan sorgum, hingga panen dan pasca panen Target dalam pengelolaan sorgum yaitu seluas 5 hektar, hal ini sebagai upaya dalam membantu ketahanan pangan di Kota Dumai.,” terangnya.
Untuk pasca panen . lanjut Agustiawan, pelatihan yang diberikan yaitu diversifikasi produk sorgum, dimana sorgum tidak dijual sebagai beras saja namun dapat diolah menjadi tepung, beras, mie, sirup, dan gula.
“Dalam proses PIRT, Halal, dan BPOM tentunya kami akan bekerjasama dengan Rumah BUMN sebagai wadah dalam penyempurnaan produk hingga sampai pasar,” pungkasmya.
Ditambahkannya, mesin pengolahan akan diberikan pada sekitar bulan Oktober- Desember tahun 2023, setelah kelompok masyarakat siap melakukan diversifikasi produk. Dikarenakan pada bulan Juli - September kelompok masih fokus pada perbaikan akses jalan di lahan pertanian
“sementara upaya pemasaran yang dilakukan CSR RU II baru sebatas door to door kepada masyarakat yang memiliki keluhan diabetes, dimana sorgum sebagai pengganti beras yang sehat bagi penderita diabetes. Kedepan tentu akan kita tingkatkan melalui jaringan yang ada,” terangnya.
Menyusul pembudidayaan sorgum di Kota Dumai yang diinisiasi PT KPI RU II yang melibatkan masyarakat, pemerhati ekonomi Ilham SE menyambut positif hal tersebut.
Ilham mengingatkan dengan meningkatnya perekonomian masyarakat sekitar perusahaan melalui sentuhan program kemitraan dan lainnya diharapkan akan terjadi persebatian antara masyarakat dengan perusahaan.
Khusus untuk sorgum, Ilham menjelaskan bahwa dari aspek ekonomi sektor pertaninan sangat menjanjikan termasuk pembudidayaan tumbuhan yang disebut-sebut sumber pangan masa depan.
Ilham menilai apa yang dilakukan Pokmas Alam Tani menjadikan sorgum sebagai tanaman utama dan menjadikan palawija sebagai penyokong untuk kebutuhan sehari-hari dinilainya sangat tepat.
Sebab, lanjut dia, dengan melakukan pola itu maka ada dua sumber pemasukan berkelanjutan bagi anggota kelompok dan warga .
Selain itu, tambah dia, bahwa sektor pertanian sangat menjanjikan meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Ilham pun mengambil contoh sejumlah Negara maju di Asia sebut saja Jepang, Korea Selatan dan Tiongkok tetap mengkedepankan sektor tersebut. Paling tidak, petani mereka sejahtera, ketahanan pangan terjaga yang memiliki korelasi dengan sektor pertahanan dan keamanan sebuah negara.
“Ya, saya menilai semuanya tergantung political will pemangku kepentingan. Apalagi ketahahan pangan sebuah Negara memiliki korelasi erat dengan pertahanan, politik dan sebagainya,” ingatnya.
Dia berharap keberhasilan kolabarasi antara masyarakat dengan BUMN melalui CSR membuktikan bahwa imej selama ini bahwa petani identik dari bagian masyarakat termajinalkan atau warga Negara ‘kelas dua’ perlahan tapi pasti akan sirna.
“Tidak seimbangnya antara lapangan kerja dengan lulusan apakah SLTA maupun perguruan tinggi salah satu solusinya melalui sektor pertanian dan turunannya. Jadi anak-anak muda tidak perlu ramai-ramai ke kota. Karena di daerahnya ada penghidupan dan masa depan yang menjanjikan,” ingatnya.
Kendati begitu, Ilham mengingatkan bahwa pembudidayakan sorgum juga dilakukan disejumlah lahan kosong. Selain meningkatkan ketahanan pangan daerah dan nasional notabene hal itu menjadi salah satu antisipasi kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) mengingat lahan gambut ditengarai rawan peristiwa tersebut.
Selain lahan kosong, Ilham berpendapat, sorgum bisa dijadikan tanaman utama saat dilakukan replanting atau penanaman baru sawit dilakukan, karena 3 s/d 5 tahun diperkirakan para petani sawit belum memperoleh pendapatan dari tanaman tersebut.
“Selama sawit belum menghasilkan maka sorgum yang membutuhkan waktu tiga bulan untuk panen pertama dengan total 3 masa panen sebelum menanam kembali bisa dijadikan pendapatan atau penghasilan bagi petani sawit sambil menungu tanaman mereka menghasilkan,” ingatnya sembari menambahkan bahwa informasi yang ia peroleh menyebutkan bahwa sorgum diketahui sebagai salah satu tanaman pangan alternatif pengganti beras yang cocok menghadapi cuaca ekstrim akibat El Nino.
Sebagai informasi seluruh bagian dari tanaman sorgum memiliki nilai ekonomis, bulirnya dibuat untuk pangan alternatif beras dan tepung juga pakan ternak. Kemudian daun dan batangnya dijadikan pakan sapi dan kambing termasuk gula pasir. Sementara akarnya dapat dimanfaatkan untuk dibuat sapu lantai.
Bahkan melalui inovasi dalam bidang kuliner selain membuat tepung, dari sorgum bisa dijadikan cookies, gula cokelat, gula cair, ice cream dan sebagainya.
Namun yang takkalah pentingnya bahwa budidaya sorgum sesuai dengan tujuan Sustainable Development Goals (SDGs) yakni serangkaian tujuan yang dibuat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sebagai panduan bagi seluruh negara anggota untuk mencapai pembangunan berkelanjutan, tepatnya nomor 2 yaitu untuk mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan, memperbaiki nutrisi dan mempromosikan pertanian yang berkelanjutan.
Menyoali budidaya sorgum yang digalakan PT KPI RU II Dumai melalui program CSR, pemerhati lingkungan dan pembangunan Kota Dumai, Yoris menyambut positif. Pasalnya, gambut sangat penting bagi kelestarian lingkungan yang memiliki relevansi dengan isu global seperti perubahan iklim.
“Dengan mengoptimalkan lahan gambut melalui sejumlah kegiatan tanpa merusak tentu sangat positif bagi kelestarian alam,” terangnya.
Tidak hanya kelestarian lahan gambut dalam menekan Karhutla yang berdampak kepada perubahan iklim, lanjut dia, seyogianya kegiatan itu bisa menjadi nilai tambah ekonomis bagi warga yang berada disekitar lahan gambut.
“Diharapkan perlahan tapi pasti kegiatan ini disatu sisi menjaga lingkungan disisi lain menambah pendapatan warga. Apalagi diselingi pemberian edukasi atau pengetahuan pentingnya membuka lahan tanpa membakar, misalnya,” tambahnya.
Kabar Gembira dari Hanoi
Udara malam khas tropis menyelimuti Kota Hanoi, Selasa malam diakhir bulan Agustus tahun lalu. Syahdan Ibu kota Negara Vietnam ini sudah ada sejak abad ke-7. Siapa sangka namanya berasal dari bahasa Mandarin, ?ông Kinh, menjadi Tonkin dan dipakai bangsa Eropa ke seluruh wilayah Vietnam. Alih-alih Hanoi dijajah Prancis tahun 1873 dan diserahkan kepadanya sepuluh tahun kemudian menjadi ibu kota Indochina Prancis setelah 1887.
Disebuah sebuah gedung di negeri Paman Ho itu, Tim PT KPI Unit Dumai menghadiri pertemuan yang bertajuk “Global CSR & ESG Summit 2023”.
Detik-detik menjelang pengumuman Anual Global CSR & ESG Summit 2023 adrenalin utusan Sang Putri (Warga Dumai menyebut kilang milik PT KPI RU II dengan sebutan Kilang Putri Tujuh diambil dari legenda cikal bakal darah itu terbentuk, red) sempat meninggi mengingat penghargaan internasional terbilang penuh gengsi. Apalagi mereka tidak tahu kategori apa yang mereka raih untuk dibawa pulang ke tanah air.
Kabar gembira pun datang PT KPI Unit Dumai didaulat menyabet penghargaan platinum dalam kategori Best Community Programme Award melalui program “Towards Productive and Sustainable Peatland Management”.
Tidak hanya itu unit kilangnya yang lain, yaitu kilang Unit Sei Pakning, kilang yang dibangun tahun 70-an pada era Presiden Sorharto itu juga berhasil menyabet penghargaan Platinum di kategori Best Environmental Excellence Award melalui program “Revitalization and Conservation of Mangrove Area”.
Lantas bagaimana tanggapan manajemen perusahaan plat merah itu? Area Manager Communication, Relations, & CSR PT KPI Unit Dumai, Agustiawan melalui keterangan tertulis yang diterima wak media menyebutkan bahwa penghargaan ini adalah bentuk apresiasi atas kerjasama perusahaan dengan masyarakat setempat.
Masih kata dia, dalam mendukung upaya pengendalian dampak perubahan iklim yang terjadi, dan telah dimulai dengan aksi kepedulian di wilayah sekitar operasional perusahaan.
“Apresiasi yang kami terima ini menjadi bukti upaya pengendalian dampak perubahan iklim telah menjadi perhatian bersama tidak hanya di tingkat lokal tapi juga di tingkat global,” terang Agustiawan kepada awak media beberapa waktu lalu usai tim manajemen perusahaan menerima penghargaan bergengsi itu sampai di Dumai. .
Lebih jauh Agustiawan menjelaskan bahwa sejumlah program CSR dalam upaya pengurangan dampak perubahan iklim yang telah dijalankan ini telah sejalan dengan implementasi Environmental, Social, & Gevernance (ESG) dan Sustainability Development Goals (SDGs) yang diterapkan di lingkungan PT KPI.
Ini, lanjut Agustiawan, sesuai dengan tujuan 13 SDGS yakni dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) mengambil aksi segera untuk memerangi perubahan iklim dan dampaknya karena perubahan iklim adalah tantangan global yang memengaruhi setiap orang.
Kedalaman gambut yang bervariasi dan angin kering, sambung dia, adalah alasan mengapa kebakaran cepat menyebar dan sulit dipadamkan.
“Jika masalah ini tidak segera diselesaikan, kebakaran hutan dan lahan yang hampir setiap tahun terjadi di Kota Dumai dapat menjadi penyumbang utama perubahan iklim,” ingatnya.
Masih kata Agustiawan, studi ilmiah menunjukkan bahwa hutan gambut memiliki potensi penyimpanan karbon yang jauh lebih tinggi daripada hutan daratan lainnya, seperti hutan hujan tropis atau hutan boreal.
Alih-alih kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) pada bulan April 2023 diperkirakan telah melepaskan 4.404 ton emisi karbon CO2e.
“Salah satu strategi untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan adalah dengan mendidik dan mendorong partisipasi masyarakat dalam melindungi ekosistem gambut,” katanya.
Agustiawan menilai pendekatan yang paling efektif yang dapat digunakan untuk mempromosikan partisipasi masyarakat adalah pendekatan ekonomi, yaitu dengan meningkatkan kesejahteraan komunitas yang bercocok tanam di lahan gambut.
Dengan memberikan pendidikan mengenai manajemen gambut yang berkelanjutan, inisiatif ini dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam menjaga, mengelola.
“Meningkatkan kualitas ekosistem gambut sehingga eskalasi perubahan iklim akibat kebakaran hutan di lahan gambut dapat diminimalkan,” terangnya.
Dijelaskannya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam manajemen gambut yang berkelanjutan, PT KPI Unit Dumai mencoba menyajikan inovasi atau cara baru untuk meningkatkan efisiensi dan nilai ekonomi dalam pertanian gambut.
Pertama, dengan memperkenalkan komoditas sorgum kepada petani di Dumai. Sorgum tidak umumnya ditanam oleh petani di wilayah yang berhadapan dengan Selat Malaka itu dipilih karena komoditas ini memiliki faktor risiko rendah untuk berkebun di lahan gambut.
Selain memiliki toleransi yang baik terhadap kondisi tanah gambut yang basah dan asam, sorgum dapat tumbuh dengan baik meskipun ditanam di tanah gambut yang kurang subur.
“Ini dapat meningkatkan produktivitas pertanian di lahan gambut dan membantu meningkatkan pendapatan petani,” katanya.
Hasil panen dapat digunakan secara fleksibel, baik sebagai sumber makanan untuk manusia maupun ternak. Hal ini membuat sorgum memiliki pasar yang luas, baik di dalam negeri maupun internasional.
Kedua, lanjut dia, meningkatkan kapasitas masyarakat dalam mengelola produk turunan sorgum melalui pelatihan dan pendampingan. Melalui inisiatif ini, PT KPI Unit Dumai mendorong munculnya inovasi produk pangan berbasis sorgum, sejalan dengan visi pemerintah mengenai substitusi dan diversifikasi pangan untuk memperkuat ketahanan pangan nasional.
Ketiga, tambah Agustiawan, mengembangkan sistem pengelolaan air seperti saluran dan sistem penyiram untuk menjaga kualitas dan kuantitas air di lahan gambut.
“Pengelolaan air di lahan gambut sangat penting untuk menjaga kehidupan mikroba, yang penting dalam proses penguraian materi organik, mencegah kekeringan dan perubahan struktur gambut,” ingatnya.
Mengendalikan kebakaran hutan yang mungkin terjadi, mengurangi tingkat penguraian emisi karbon, dan menjaga keanekaragaman hayati unik dalam ekosistem gambut.
Keempat, ulas Agustiawan, variasi produk pertanian yang ditanam dan terapkan sistem panen bergilir. Menghasilkan lebih dari satu varietas dan menerapkan sistem panen bergilir di lahan gambut dapat membantu menjaga keanekaragaman hayati.
Mengurangi risiko kerugian panen akibat penyakit atau hama, dan meningkatkan keberlanjutan kesuburan tanah dan pengelolaan air di lahan gambut. Selain itu, metode ini memungkinkan petani memiliki sumber penghasilan harian.
Terakhir diterapkan sistem pertanian terpadu. Limbah seperti batang dan daun yang tidak dapat dijual dan dikonsumsi akan diolah ulang oleh petani menjadi pakan hewan.
“Semoga penghargaan ini menjadi pelecut semangat kita semua dalam berinovasi dan menjalankan program CSR yang berdampak besar bagi masyarakat,” pungkas Agustiawan sembari menambahkan secara keseluruhan, PT KPI berhasil meraih 5 penghargaan dalam ajang internasional itu.
Ternyata kebanggaan itu tidak hanya milik PT KPI RU II Dumai, Rudi misalnya, salah seorang petani sorgum binaan perusahaan itu mengaku senang dan bangga.
“Saya lihat di instagram milik PT KPI RU II terkait acara di Vietnam. Ya, bangga juga,” ungkap Rudi kepada awak media ini.
Bagi petani sorgum seperti Rudi, tidak membakar lahan saat membuka lahan merupakan partsipasi mereka menjaga alam, karena mereka sadar bahwa sumber daya alam yang ada saat ini merupakan pinjaman anak-cucu buat generasi sekarang.
“Tentu kita harus mempertanggungjawabkannya,” ingat Rudi singkat.
Sebuah kata bijak teramat sederhana tapi hjasilnya tidaklagi sederhana. Langkah kecil Rudi –mungkin- ribuan petani lain untuk tidak membakar lahan saat bercocok tanam adalah langkah nyata menyelamatkan bumi dari ancaman pemanasan global. Bumi Terselamatkan dan dapur mereka dapur pun tetap mengepul.***
PAC Pemuda Pancasila Sei Sembilan Berikan Santunan Dalam Syukuran Lahir Bulan Ormas
Kota Dumai (Riau), LPCPAC PP (Pimpinan Anak Cabang Pemuda Pancasila) Sei .
Masyarakat Desa Padang Maninjau Labura Bersyukur Menerima BLT DD Cair 3 Bulan
Labura (Sumut), LPCKelompok Penerima Manfaat (KPM) Desa Padang Maninjau, .
Diskop UKM Sumut: Omzet UMKM Capai Rp 3 M Selama PON XXI Aceh-Sumut
Medan (Sumut), LPC Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprov Sumut.
Dirut PT AMKS Beri Santunan kepada Santri Islamic Boarding School Padang Lawas Utara
Paluta, Lineperistiwa.comDirektur Utama PT. AMKS yang berlokasi di Padang.
Ambil Alih Pengelolaan Pasar, SatPol PP Dumai Siaga Lakukan Pengamanan
Kota Dumai (Riau), LPCSatPol PP (Satuan Polisi Pamong Praja) Kota Dumai m.
Alumni Akabri 98 Gelar Baksos Di Panti Asuhan Al llham
Pekanbaru (Riau), Lineperistiwa.com - Linepristiwa.com- Memperingati 25 tahun pe.